Jumat, 17 Februari 2012




 Jalan Menuju Tasawuf
Dalam dunia tasawuf istilah tersebut diatas sangat populer;Syari’at Tarikat-Tarekat (Thariqat) Hakikat -Hakekat (haqiqat) adalah rangkaian sarana / jalan menuju Allah dan satu sama lain tidak bisa dipisahkan.Syeikh Sayyid Abi Bakar Ibnu Muhammad Syatha,dalam syair hikmahnya mengatakan :
1.SYARI”AT
Didlam eksiklopedi tasawuf disebutkan bahwa syari’at merupakan salah satu tahap praktek bagi calon sufi.keempat tahap lainya itu: syari’ah ( hukum keagamaan eksoterik ) tariqah (jalan mistik),haqiqah (kebenaran) dan ma’rifah ( pengetahuan ).
Syarat pertama adalah mengambil dan mengikuti syari’at;hukum Allah untuk kehidupan manusia,yang pada waktunya akan membawa seseorang ke sirat al mustaqim (yaitu jalan agama yang lurus.Jalan ini membawa sesorang ke dalam hakekat ( kebenaran akhir yang tak terbantahkan dan mutlak tentang seluruh eksistensinya ).
Syari’at dari akar kata syara’a yang berarti jalan.ia adalah jalan yang benar,sebuah rute perjalanan baik dan dapat ditempuh oleh siapapun.Sebagian besar sufi memahami syari’at dalam pengertian yang luas; mencakup ilmu dan seluruh ajaran islam.Syari’at bukan hanya sekumpulan kode atau peraturan yang mengatur tindak lahiri.Ia juga menjelaskan tentang keimanan, tauhid, cinta ,syukur,sabar,ibadah,zikir,jihad takwa.dan ihsan serta menunjukkan bagaimana mewujudkan realitas tersebut.semua doktrin sufi,secara implicit dan /atau ekplisit lahir dari sini.Syeikh Ahmad Sirhindi mengemukakan ; di dalam syari’at terkandung tiga hal yaitu : pengetahuan(ilmu),praktik ( amal)dan ikhlas.artinya meyakini kebenaran syari’at dan melaksanakan perintah perintahNYA dengan tulus dan ikhlas demi mendapatkan keridloan Illahi
Syari’at berisi ajaran moral dan etika yang menjadi dasar tasawuf.Syari’at memberi petunjuk kepada setiap orang untuk hidup secara tepat didunia ini.Mencoba menjalankan tasawuf tanpa mengikuti syari’at bagaikan membangun rumah berfondasi pasir.Tanpa dibangun kehidupan teratur yang dibangun dari prinsip moral dan etika yang kuat maka tidak ada mistisisme yang dapat berkembang.Kebutuhan terhadap syari’at sering diibaratkan dengan perahu nabi nuh yang harus dibangun dengan papan dan pasak.papan adalah ilmu dan pasak adalah amal.Tanpa perahu seseorang akan tenggelam dalam lautan keserbabendaan,sebagaimana putra nabi nuh yang menolak hukum yang dibawa ayahnya, karena itu didalam tasawuf syari’at sering dilihat sebagi bagian dari lipat tiga : syari’at, adalah jalan utama,yang cabangnya adalah jalan yang lebih sulit ( Tariqah) yang mengarah ke kebenaran ( haqiqah)
Dasar pokok ilmu syari’at adalah wahyu Allah yang tertulis jelas dalam Al-Qur’an dan sunah nabi Muhammad saw.ibadah mahdzah dan ghairu mahdzah serta ibadah muamalah tercantum denga jelas dalam ilmu syari’at.
Siappun tidak boleh menganggap dirinya terlepas dari syari’at,walaupun ulama sufi besar dan piawi, atau wali sekalipun.Orang yang menganggap dirinya tidak memerlukan syari’at untuk mencapai tarikah sangat sesat dan meneyesatkan..Karena syari’at itu seluruhnya bermuatan ibadah dan muamalah, maka menjadi satu paduan dengan thariqat dan haqiqat.Ibadah seperti itu tidak gugur kewajibanya, walaupun seorang telah mencapai tingkat wali..Bahkan ibadah syari’atnya wajib melebihi tingkat ibadah manusia biasa.Sebagaimana dicontohkan rosulullah saw,ketika mendirikan sholat dengan penuh kekhusukan dan begitu lama berdiri,ruku’dan sujudnya,sehingga dua kakinya bengkak karena dikerjakan dengan penuh kecintaan dan ketulusan.
Ketika nabi ditanya berkaitan dengan ibadahnya yang begitu hebat dan sungguh sungguh beliau menjawab : “Mengapa saya tidak menjadi hamaba yang bersyukur ?”Karena ibadah itu termasuk salah satu cara untuk mensukuri nikmat ALLah dan semua anugerahnya.Maka para sufiyah atau waliyullah tetap berkewajiban melaksankan ibadah syari’at yang ditaklifkan kepada setiap muslim dan muslimat..
Oleh karena itu wajib bagi penempuh jalan ruhani dan para penuntut ilmu ilmu islam secara intensive mempelajari ilmu syari’at.Sebab semua ilmu yang berkaitan erat dengan kehidupan dunia dan akhirat tergantung erat kepada ilmu syari’at. Ilmu tasawuf dengan pendekatan kebatinan ( ruhaniyah ) tetap tergantung erat dengan syari’at.Tanpa syari’at semua ilmu ruhaniyah tak ada artinya.
Hati para sufiah akan bersinar cemerlang dalam menempuh kehidupan ruhaniyah yang tinggi, haya akan diperoleh dengan ilmu syari’at. Demikian juga kemaksiatan batin dan pencegahanya yang sudah tercantum dari teladan nabi saw,semua tercantum dalam ilmu syari’at.
Ilmu tasawuf adalah bagian dari akhlaq mahmudah, hanya akan diperoleh dari uswah hasanahya nabi Muhammad saw.Cahaya yang bersinar dari kehidupan nabi muhammad saw adalah pokok dasar dari pengembangan ilmu tasawuf atau dasar pribadi bagi para penuntut ilmu tasawuf.Menurut nabi Muhammad saw hati adalah ukuran pertama penuntut ilmu tasawuf.dengan kesucian hati dan ketulusannya melahirkan akhlaq mahmudah dan mencegah akhlaq mazmumah,seperti yang diajarkan dalam sunah nabi Muhammad saw,sebagian dari ilmu syari’at. Dengan pengertian lain, hati manusia shufiyah itu akan ditempati oleh tariqat yang berdasarkan syari’at.
2.TAREKAT
Tarekat menurut bahasa berasal dari kata arab TARIQAH ( jama’:taruq atau tara’iq ) yang bararti jalan atau metode atau aliran (madzab).Tarekat adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan sampai ( wusul) kapada NYA.Tarekat merupakan metode yang harus ditempuh seorang sufi dengan aturan aturan teretentu, dengan petunjuk guru atau mursid tarekat masing masing,agar berada sedekat mungkin dengan ALLAH swt.Ahli taswuf mengaitkan istilah tarekat dengan firmanNYA :”Dan bahwasanya apabila mereka tetap berdiri pada jalan (tariqah) yang benar niscaya akan kami turunnkan ( hikmah)seperti hujan yang deras dari langit. (AL-Jin/72:16).
Pemikiran yang mendasari tasawuf adalah karena Allah merupakan zat yang maha suci,maka yang suci itu tidak akan dapat didekati kecuali dengan sesuatu yang suci.Dalam mendekatkan diri kepada Allah, para sufi biasanya melalui tahapan tahapan spiritual ( maqomat).masing masing sufi menempuh tahapan spiritual yang berbeda beda,berdasarkan pengalaman ruhani yang berbeda pula. menurut AL Gazali langkah langkah yang harus ditempuh untuk mencapai kejernihan hati ( tazkiyah al nafs ) adalah :Takhalli yaitu pengosongan hati dari selain Allah, Tahalli :yaitu mengisi hati dengan zikir kepada Allah dan sifat sifat terpuji, dan Tajalli ; yaitu;memperoleh hakekat dan penampakan Tuhan.
Metoda yang digunakan para suifi untuk mendekatkan diri kepada Allah berbeda beda,, sebagian mereka melalui cara selalu dalam keadaan zikir kepada Allah ( mulzamah al-dzikr), selalu melatih diri (riyadoh ),selalu bersunguhsungguh untuk membersihkan hati dari sifat sifat tercela dan hawa nafsu (mujahadah),sebagian yang lain melalui metoda tujuh yaitu; memperingati diri(musyaratah),mengawasidiri(muraqabah) intropeks (muhasabah), menghukum diri (mu’raqabah ) kesungguhan lahir batin (mujahadah ), menyesali diri (mu’atabah) dan pembukaan hijab ( mukhasafah ).Serentak dengan itu mereka melintasi tingkatan tingkatan (maqamat) antara lain tobat, sabar,ridla,zuhud, muhatabah, dan ma’rifah.
Menurut syeikh Ajiba al hasani ; tarekat berarti bertujuan membereskan hati membereskan hati dengan tiga hal : ikhlas, jujur dan tenang ( tuma’ninah) atau bisa dikatakan membereskan hati dengan cara mengosongkannya dari kotoran kotoran jiwa dan menghiasinya dengan keutamakan.
Suatu ketika syeikh Baha’ al Din al naqsyabandi ditanya :apa tujuan tariqah ?,beliau menjawab :”tujuannya adalah mengetahui secara rinci apa yang baru engkau ketahui secara singkat, dan untuk merasakan dalam penglihatan apa yang telah engkau ketahui lewat penjelasan dan argument”.Tujuan tareqah adalah memperkuat keyakinan terhadap syari’at,menyakini kebenaranya, mematuhi jaran ajaranya dengan senang dan spontan,mengikis kemalasan dan meniadakan penentangan atas keinginan diri ( nafsu ).
Seluruh kegiatan Tariqah dapatlah dikatakan mengarah pada satu tujuan ; yaitu ma’rifat billah atau mengenal ALLAH.Ma’rifat billah adalah puncak tujuan dari perjalanan tariqat atau ajaran tasawuf.Dengan berbagai jalan, cara, atau metoda ,tariqah pada intinya adalah ingin menjadi orang selalu taqarub billah, ma’rifat billah dan sekaligus ingin menjadi orang yang dikasihi ALLAH atau yang dikenal dengan sebutan WALIYULLAH.
3.WAJIBKAH MENGIKUTI KELOMPOK TAREKAT TERTENTU
Ada semacam keyakinan kuat dalam masyarkat kita bahwa pengamal tariqat harus mengikuti orginasasi atau kelompok tarekat tertentu,sehingga dia dapat disebut pengamal tariqat jika ia telah memsuki suatu organisasi tarekat tertentu yang dibimbing seorang guru tertentu dan mempunyai tata cara menurut ajaran organisasi tersebut.Dengan demikian ada doktrin yang baku dan diyakini benar benar, bahwa seorang tidak bisa sampai kepada tujuan ibadat secara hakiki sebelum menempuh atau melaksanakan ajaran organisasi tariqoah tertentu.
Ust.Labib MZ (dalam Rahasia Ilmu Tasawuf ) perpendapat ; seorang pengamal tariqat tidaklah harus menjadi anggota kelompok jama’h tariqoh dalam aliran tertentu, namun seorang yang sudah melaksanakan ajaran islam secara murni dan konsekwen sudah termasuk melaksanakan tariqat.
Semua orang sesuai dengan profesinya dan kemampuanya dengan cara sendiri sendiri bisa dikategorikan pengamal tariqat.Dalam hal ini tariqat yang digariskan dalam syari’at tenytunya. Sebab tariqat yang tidak sesuai dengan syari’at adalah sesat.Tidak ada tariqat tanpa syari’at, tidak terwujud hakekat tanpa adanya syari’at. Seperti dikatakan syeikhZainudin bin Ali Al Malibari :” Bahwasanya Tariqat ( jalan menuju Allah yang ditempuh orang islamn ) adalah syari’at,tariqat, hakikat.Maka dengarkanlah contoh contoh dari ketiga tiganya “.
Jadi tarekat umat islam tak lain adalah syari’at islam itu sendiri.Dan umat islam yang mengamalkan syari’atnya berarti sudah mengamalkan tareqat,tak peduli apapun profesinhya, direktur dokter ,ulama, pengajar,kyai , ustaz, da’i ,pelajar, mahasiswa dan lainya.Jalan tariqah bisa ditempuh dengan berbagi macam jalan termasuk juga orang sudah mengususkan diri dengan memperbanyak zikir dan senantiasa bertaqarub kepada Allah,baik lewat organisasi tariqat tertentu atau tidak ,nilainya sama hanya cara dan bentuknya yang berlainan.
Syeikh Zainudin bin Ali al malibary dalam “Nadhom Hidayatul Adzkiya” mengatakan :”Dan bagi masing masing dari kaum ada sebuah jalan (tariqat,cara)dari beberapa jalan,yang dipilihnya, maka dari jalan ini mereka sampai.Seperti duduknya diantara manusia dalam keadaan mendidik, dan seperti memperbanyak wirid – wirid, puasa, solat. Dan seperti berkhidmad kepada manusia, membawa kayu bakar untuk bersedekah dengan uang yang dihasilkannya”.
Pada akhirnya seorang muslim tidaklah wajib mengikuti ataupun memasuki kelompok atau organisasi tarekat teretntu,(agar sampai kepada Allah ) tetapi wajib bagi umat islam untuk melaksanakan syari’at islam sebagi tariqat yang sah untuk menuju kepada ALLAH, sebagai bukti perwujudan keimanan kepada Allah. Apabila seorang muslim telah melaksanakan syari’at dengan benar dan sesuai petunjuk sunah rosul maka berarti sudah melaksanakan tariqat yang dilakukan oleh keksaih Allah, wliyullah.
4.HAKIKAT
Dalam eksiklopedi Tasawuf di terangkan ; Hakikat atau kebenaran adalah makna terdalam dari praktik dan petunjuk yang ada pada syari’at dan tarekat.Haqiqah menunjukan hakikat esensial segala sesuatu atau kebenaran., ia adalah pengalaman langsung akan kebenaran gaib.Tanpa pemahaman yang didasari pengalaman tersebut maka kita ditakdirkan untuk taklit, meniru mereka yang telah mencapai tingkat HAQIQAH, seperti laiknya sebuah mesin.Pencapaian pada tingkat haqiqah ini menegaskan dan memperkukuhkan prkatik dua tingkat pertama.Sebelum mencapai tingkat haqiqah, seluruh praktik merupakan bentuk peniruan .
Haqiqah ( kebenaran atau kenyataan seakar dengan kata Al haq, realty, absol ute).Makna haqiqah (hakikat) menunjukan kebenaran esoteric yang merupakan batas dari transendensi manusia dan teologis.Dalam pengertian ini haqiqah merupakan unsur ketiga setelah syaria’at (hukum) yang merupakan keyakinan eksoteris,tarikat (jalan)sebagai tahapan esoterisme,yang ketiga ialah haqiqah yakni kebenaran esensial.
Haqiqah adalah kemampuan seorang dalam merasakan dan melihat kehadiran Allah di dalam syari’at .Dalam dunia sufi haqiqah diartikan sebagai aspek batin dari syari’at,sehingga haqiqah adalah aspek yang paling penting dalam setiap amal,inti, dan rahasia dari syari’at ; merupakan tujuan setiap penempuh jalan menuju ALLAH ( salik).

Falsafah Islâm dan Tantangan Modernitas di Indonesia


Falsafah Islâm dan Tantangan Modernitas di Indonesia
(Dalam Kajian Islamisasi Sains)
Oleh    : Arif Rahman

filsafat merupakan suatu ilmu yang bertujuan untuk mencari kebenaran yang absolute, berbagai cara dan pendekatan yang dapat kita lakukan untuk mencapai kebenaran tersebut, tapi satu hal yang pasti, sesungguhnya kebenaran tidak ada yang absolute. Apa Kaitannya dengan falsafah Islâm di Indonesia, dapat kita katakan bahwa sesungguhnya falsafah Islâm di Indonesia tujuannya adalah untuk membebaskan dari pengaruh barat yang masuk melalui teknologi yang canggih dan  sama-sama mencari kebenaran yang hakiki, yaitu Allah ‘azza wa jallah.
falsafah Islâm terdiri dari wahyu -teks suci- dan akal -rasio. Dan tugas falsafah Islâm adalah umtuk berbakti kepada agama. Meskipun filsafat berdiri sendiri tapi dia masih bergantung pada agama itu sendiri karena dalam sejarah filsafat sendiri semuanya bergantung ada agama seperti halnya yang di lakukan terhadap gereja Kristen pada abad ke-20.[1] Dalam mengahadapi tantangan modernitas yang semakin lama semakin membabi buta terutama di Indonesia maka eksplorasi ajaran dan pemikirannya menjadikan falsafah Islâm sebagai suatu cara untuk memahami realitas dan konteksitas dari suatu paham tertentu. Yang jelas ketika kita berbicara tantangan modernitas kita pasti akan dihadapkan dengan kemajuan teknologi, dan kemajuan teknologi itu sendiri mayoritas bersumber dari non islâm yang notabene adalah orang barat dan orang barat kebanyakan dan hampir semua memakai ajaran atau doktrin dari filsafat barat seperti Marx dengan kapitalisme-nya ; August comte derngan positivisme-nya ; kant, hegel dengan kritisisme-nya; locked and hume dengan empirisme-nya. Itu semua adalah sebagian dari ajaran filsafat barat yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan teknologi yang ada pada saat ini.  setelah kita pahami secuil fenomena yang diatas, timbul pertanyaan bagi kita semua yaitu : Bagaimanakah peranan dari falsafah Islâm terhadap sains dan teknologi dan berada pada posisin yang mana,  Apakah falsafah Islâm dapat berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi ataukah masih mempertahankan  pemikiran dan ajaran-ajarannya. Mari coba kita jawab satu demi satu pertanyaan tadi, yang pertama tentang bagaimanakah peranan dari falsafah Islâm di Indonesia dan berada pada posisi yang mana ?
Peranan dari falsafah Islâm terutama di Indonesia sebenarnya sangat banyak di dunia teknologi karena falsafah Islâm mempunyai suatu teks suci yang merangkum semua kejadian dan seluk beluk dari alam dunia, akhirat dan alam-alam yang lain. Yang mana semua pemikiran barat dan yunani sudah ada dalam teks suci yang dijadian dasar bagi falsafah Islâm. Hanya saja para penganut atau dalam hal ini orang islam belum dapat menemukan dan menelaah lebih lanjut satu persatu dari teks suci yang selama ini mereka bangga-banggakan. Hal ini merupakan kesalahan yang sangat fatal jika dibiarkan terus menerus. Dan posisi yang selama ini terjadi adalah falsafah Islâm banyak mengkonsumsi pemikiran dan ajaran dari barat dan hampir jarang sekali mengeksplorai ajaran mereka. Sehingga kemajuan dalam berpikir yang bebas nilai sulit dilakukan dan kebanyakan dari mereka mengalami kesalahan metodologis dalam mempelajari falsafah Islâm.
Kita masuk pada pertanyaan yang kedua yaitu apakah falsafah Islâm dapat berkembang yang notabennya di Indonesia sejalan dengan perkembangan teknologi ataukah masih mempertahankan pemikiran dan ajaran-ajarannya yang tradisional yang ada di negeri ini?
Jawaban dari hal ini sebenarnya sangat simple tapi sulit sekali untuk di implementasikan.but , we must to try this, ok!
 Seperti ini, falsafah Islâm itu saya yakin pasti bisa berkembang dan bahkan lebih maju dari filsafat barat. Hal ini dapat terealisasi apabila ajaran falsafah Islâm itu sendiri memegang teguh pada prinsip dan konsepnya sendiri. Keunggulan dari falsafah Islâm dari barat yaitu bahwa barat hanya mengandalkan dunia empiris dan bersifat ontologis yang sekuler (meskipun dalam ajaran kant ada ajaran spiritulnya yang berkaitan dengan diri sendiri) sedangkan falsafah Islâm mengenal alam tidak hanya satu melainkan banyak dan kesemua itu adalah bersifat hirarkhi. Mau tidak mau umat islam atau dalam hal ini para filosof Islam harus dapat mengalahkan metode berpikir dari filsafat barat, dan dalam hal ini minimal mereka sampai dalam tataran islamisasi sains seperti yang ada pada tujuan dari kampus kita ini, yaitu islamisasi sains. Sebenarnya islamisasi sains itu sangat baik dan perlu untuk dilakukan karena kita telah paham bahwa semua yang terjadi dengan kemajuan teknologi saat ini adalah sumbernya dari al-qur’ân dan al-hadîts. Untuk mencapai tujuan tersebut kita harus paham tentang metodologis falsafah Islâm seperti apa?
Dalam hal ini antara rasionalitas dan teks suci, jangan sampai kita tergolong orang yang hanya memandang sesuatu itu dengan tekstual saja tapi harus paham tentang konteksnya. sebenarnya kalau kita mencoba untuk berpikir dan merenung lebih jauh sebenarnya antara teks suci dan rasionalitas terletak pada tempat yang sejajar (tataran yang sama). Sehingga dapat berjalan beriringan. Hanya saja ketika rasionalitas keluar dari teks suci jangan sampai mengklaim bahwa itu salah, tapi seharusnyalah kita merefleksikan kembali apa yang telah kita pikirkan karena apa yang kita pikirkan pasti akan terwujud. Baik dalam hal apapun dan ini tidak menyangkut masalah axiologis. yang penting kita paham metodologinya. karena metodologi merupakan pisau psikoanalisis untuk menuju islamisasi sains.
Berikut ini merupakan peluang dan kesempatan bagi berkembangnya falsafah Islam di dunia terutama Indonesia di antaranya adalah :
(1)   Studi Biografis
Indonesia tentunya mempunyai banyak mempunyai berbagai kesempatan dalam memperkenalkan ribuan ilmuan-filosof Muslim dengan melalui study di berbagai universitas terutama di Universitas Agama seperti di UIN Sunan Gunung Djati  Bandung dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta sekitarnya yang tentunya akan menjadi ladang sejarah bagi timbulnya falsafah Islam di Indonesia.

(2)   Studi Gnomologis,
yang mencoba membahas berbagai karya hikmah yang pernah dibuat oleh para filosof Muslim yang dulu sangat berkembang di dunia Timur dan Barat (Andalusia).

(3)   sains Islam
Ilmu inilah yang sangat penting bagi kemajuan falsafah Islam di Indonesia karena dengan sains Islam bisa menguasai dunia pengetahuan bukan dengan cara perang militer melainkan dengan menggunakan Akal fikiran seperti halnya yang di lakukan oleh orang yahudi (Amerika) terhadap Indonesia melalui dunia cyber (dunia maya).[2]

(4)   filsafat Perennial
yang membahas pemikiran dari berbagai pemikir Muslim perenial yang umumnya berasal dari Eropa, yang telah banyak menghasilkan karya-karya besar, dan terakhir

(5)   Filsafat Pasca-Ibn Rusyd
yang akan membicarakan perkembangan falsafah Islam setelah masa Ibn Rusyd hingga saat ini.

Dengan demikian, jelas bahwa Gerbang Masa Depan Falsafah Islam di Indonesia masih terbuka dan akan menjadi corak bagi berkembangya falsafah Islam di Dunia Timur dan Barat. sehingga falsafah Islam dapat menguasai dunia dengan memetakan kembali seluruh hasil pemikiran filsafat Islam dalam suatu kesatuan yang padu, karena Islam adalah rahmatâ li al-'âlamîn. Maka selayaknya Islam memberi corak kemajuan yang khas terhadap  dunia Kontemporer.



[1] Falsafah Umum (kumpulan artikel). Oleh Nanang Tahqiq.
[2] Kompas harian (tahun 2006) 

Konsep Wahdatul Wujud Menurut Ibnu Arabi


KONSEP WAHDATUL WUJŪD MENURUT IBN ‘ARÂBÎ

Ajaran sentral Ibn Arâbî adalah tentang wahdatul al-wujûd yang istilahnya bukan berasal dari Ibn Arâbî sendiri melainkan berasal dai Ibnu taimiyah tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran sentralnya tersebut. Ibnu taimiyah telah berjasa dalam mempopulerkan wahdatul al-wujûd ke dalam masyarakat islam meskipun tujuannya negatif.
Kaum atheis dan golongan madzhab wahdatul wujûd mengemukakan fana wujud selain Allah dalam kitab “Fushûshul hikâm” dan orang-orang yang sepadan dengannya mengatakan bahwa wujud khalik adalah wujud makhluk. Dipahami dari ucapan mereka itu bahwa mereka tidak mengakui adanya wujud selain Allah. Ucapan ini hanya lahir dari mulut orang kafir seperti yahudi, nasarani, dan penyembah berhala, orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan dan hamba tidak ada perbedaan antara keduanya, ucapan ini sebenarnya menunjukan kekafiran yang nyata terutama apabila yang dimaksudkan seluruh makhluk meskipun yang dimaksud adalah para wali Allah yang beriman dan bertaqwa, kita tidak bisa langsung memfonis Ibn Arâbî dan orang-orang sehaluannya adalah kafir, namun bukan berarti kita harus menerima mentah-mentah hasil ijtihad mereka dibidangnya masing-masing khusunya tasawuf ini, karena kita yakin bahwa mereka umumnya adalah terdiri dari mutjahid islam di bidangnya. Dari hasil pengkajian ijtihad dan maka ajaran tasawuf seperti ittihad, hûlûl, waḫdtul wujûd dan sejenisnya perlu di kaji ulang.
Menurut Ibnu taimiyah wahdatul wujûd adalah penyamaan Tuhan dengan alam, dia menilai bahwa ajaran Ibn Arâbî adalah dari aspek tasybihnya (penyerupaan) khalik dengan makhluknya.[1] Ia belum menilai dari aspek tanzihnya (penyucian khalik). Menuru Ibn Arâbî wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik pula, tidak ada perbedaan diantaranya dari segi hakikatnya, dan kalaupun di lihat dari sudut pandang panca indra. Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qodim dengan yang baru atau dengan kata l;ain tidak ada perbedaan antara ‘abîd (menyembah) dan ma’bûd (yang di sembah)
Kalau khalik dan makhluk bersatu dalam wujudnya mengapa telihat dua? Menurut       Ibn Arâbî tidak memandangnya dari sisi satu, tetapi memandang keduanya bahwa khalik dari sisi satu dan makhluk dari sisi yang lain. Jika mereka memandang dari sisi yang lain mereka pasti mengetahui  hakikat keduanya yakni dzatnya satu yang tak terbilang dan terpisah. Wujud Tuhan juga wujud alam dan wujud Tuhan bersatu dengan wujud alam yang dalam istilah barat disebut panteisme, yang di definisikan oleh Henry C.Theissen. panteisme adalah teori yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terbatas adalah aspek modifikasi atau bagian dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya.
Ibn Arâbî menyebut wujud, maksudnya adalah wujud yang mutlak yaitu wujud Tuhan, satu-satunya wujud menurut Ibn Arâbî adalah wujud tuhan, tidak ada wujud selain wujud-Nya. Kesimpulannya kata wujud tidak diberikan kepada selain tuhan. Dalam bentuk lain dapat dijelaskan bahwa makhluk diciptakan oleh tuhan dan wujudnya bergantung pada wujud tuhan.
Dengan demikian, Ibn Arâbî menolak ajaran yang mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada. Ia mengatakan bahwa nur Muhammad itu qodim dan merupakan sumber emanasi dengan berbagai kesempurnaan ilmiah dan alamiah yang terealisasikan pada dari pada nabi adam sampai nabi Muhammad dan dari nabi Muhammad pada diri pengikutnya yaitu para wali.
Dari konsep-konsep wahdat al-wujûd Ibn Arâbî ini muncul dua konsep yang sekaligus merupakan lanjutan atau cabang  dari konsep dari wahdatul al-wujud itu, yaitu konsep al-hakikat al-muhammadiyah dan konsep wahdat al-adyan (kesamaan agama).
Dalam menjelaskan konsep wahdatul wujûd Ibn Arâbî mengungkapkan bahwa wujud ini satu, namun dia memiliki penampakan yang disebut dengan alam dan ketersembunyiannya yang dikenal dengan asma yang memiliki pemisah yang disebut dengan barzah atau menghimpun dan memisahkan antara batin dan lahir itulah yang di sebut dengan insan kâmil.[2]
            Ia juga menjelaskan bahwa tuhan segala tuhan adalah Allah SWT. Sebagai nama yang teragung dan sebagai ta’ayun (pernyataan) yang pertama. Ia merupakan sumber segala nama dan tujuan akhir dari segala tujuan dan arah dari segala keinginan serta mencakup segala tuntutan, kepada-Nyalah isyarat yang difirmankan Allah kepada rasulnya, bahwa kepada Tuhan-Mu lah tujuan akhir karena Muhammad adalah mazhar dari pernyataan yang pertama, dan tuhan yang khusus baginya adalah ketuhanan yang agung ini. Ketahuilah bahwa segala nama-nama Allah merupakan gambaran dalam ilmu Allah. Sedangkan hakikat muhammadiyah merupakan gambaran dari nama Allah yang menghimpun segala nama ketuhanan yang darinya muncul limpahan atas segala yang ada dan Allah sebagai tuhannya. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan hakikat muhammadiyah disini bukanlah nabi Muhammad sebagai manusianya, namun hakikat muhammadiyah adalah asma dan sifat Allah serta akhlaknya. Nabi Muhammad disebut dengan Muhammad karena beliau mampu berakhlak dengan seluruh akhlak ketuhanan tersebut.
Dalam Filsafat Hikmah Mulla Shadra juga mengemuka konsep wahdatul wujud. Sesuai dengan penjelasan para pemerhati Filsafat Hikmah, Mulla Shadra dalam menjelaskan konsep wahdatul wujud banyak terpengaruh oleh pandangan Ibn Arâbî.
Perbedaan asasi antara Ibn Arâbî dan Mulla Shadra terletak pada penekanan Ibn Arâbî atas "thuri warai thur aql" konsep wahdatul wujud. Mulla Shadra meyakini bahwa konsep wahdatul wujud dapat dijelaskan secara filosofis. Atas dasar ini, sistem filsafat Mulla Shadra berdasarkan dan berpijak pada masalah kehakikian wujud (ashalatul wujud) dan wahdatul wujud.
Disebutkan bahwa masalah wahdatul wujud bagi urafa sekali-kali tidak dikemukakan sebagai satu konsep murni filosofis dan terpisah dari realitas kehidupan. Masalah wahdatul wujud merupakan pengungkap tertinggi derajat kemurnian dan ketulusannya dalam bertauhid kepada Allah Swt. Kehidupan yang sarat dengan cinta dan harapan urafa Ilahi sejatinya merupakan jelmaan kehidupan yang berdasarkan wahdatul wujud




[1] Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, h.623
[2] ibid. h.97

Urgensi Amanah dan Fokus Kerja dalam Dakwah


Urgensi Amanah dan Fokus Kerja dalam Dakwah
Oleh Arif Iskandaria Al-Bantani

“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuh mu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infaqkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan di dzalimi (dirugikan).” Qs. Al-Anfal : 60

Amanah adalah salah satu sifat mulia yang harus dimiliki oleh setiap muslim, terlebih lagi bila ia menjadi pemimpin, ulama atau orang kaya. Lawan amanah adalah khianat. Sebab itu, tidak heran jika salah satu sifat yang wajib bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah amanah. Sedangkan khianat merupakan salah satu sifat yang mustahil dimiliki oleh beliau.
Amanah lazim dipahami sebagai sebuah karakter kejujuran dalam menjalankan tugas, pekerjaan atau kedudukan yang diperoleh atau diberikan. Ada lagi yang memahami amanah dengan memberikan atau menerima tugas dan tanggung jawab sesuai profesi dan keahlian. Ada pula yang mengartikan amanah sebagai penerapan hukum secara adil terhadap semua manusia, tanpa ada unsur kolusi dan nepotisme.
Apapun bentuk definisi amanah yang dirumuskan, sulit menemukan sebuah definisi yang mencakup semua aspek yang terkandung dalam kata "amanah", karena begitu besar makna dan perannya dalam kehidupan, khususnya dalam kehidupan Dakwah Ilallah. Dakwah Ilallah akan terasa hampa dan kering tanpa amanah. Dakwah Ilallah akan hancur, paling tidak menyimpang dari jalan dakwah itu sendiri tanpa amanah, terlebih lagi jika yang tidak amanah itu para pemimpinnya, ulamanya dan para orang kaya yang ada di dalamnya.
Amanah bukanlah sebuah rangkaian kata-kata indah yang selalu menghiasi bibir kita sehingga menjadi indah didengar dan dikhayalkan. Akan tetapi, amanah, khususnya dalam kehidupan jamaah dan dakwah Ilallah, hendaknya menjadi sebuah karakter permanen dalam diri para pemimpin, tokoh, ulama dan para aktivis dakwah yang tercermin bukan hanya dalam kata-kata, melaikan dapat pula diterjemahkan oleh pikiran, tulisan, perasaan, sikap dan tingkah laku keseharian.
Tanpa amanah seperti yang disebutkan di atas, sulit bagi kita membangun jamaah dakwah Ilallah yang kuat, dan terhormat yang kehidupan sehari-harinya diliputi oleh suasana kasih sayang (mahabbah) dan kejujuran. Bila amanah sudah sirna, virus-virus kebencian, KKN, like and dislike, kecurangan, tidak transparan, licik, oportunis, persaingan tidak sehat, saling menjatuhkan dan bahkan memperjual belikan ayat-ayat Allah dengan harga (dunia) yang sedikit serta berbagai virus mematikan lain yang semakin merajalela. Akhirnya kehancuran yang akan menimpa (la samahallah).
Rasul Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah mengingatkan kita:
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Bersabda Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam: Bila amanah sudah diabaikan, maka tunggulah kehancuran. Dia berkata: Bagaimana mengabaikan amanah itu wahai baginda Rasulillah? Beliau menjawah: Bila diberikan suatu urusan/tugas/pekerjaan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran".

Imam syahid Hasan Al-Banna pernah mengatakan:
“Aku mampu membayangkan akh al-Mujahid itu sebagai seorang laki-laki yang senantiasa melakukan persiapan dan menyiapkan perlengkapannya, mampu menguasai pikiran yang memenuhi setiap sudut jiwanya dan seluruh bagian hatinya. Dia senantiasa berpikir memusatkan perhatian sepenuhnya terhadap persiapan yang terus menerus. Apabila dipanggil ia menyahut, apabila diajak ia menanggapi, datang dan perginya, perkataan dan bicaranya, kebenaran dan kelakarnya, tidak melampaui batas.
Dia tidak melaksanakan tugas selain dari yang telah diletakkan oleh keadaan dan tuntunan atasnya, dan dia berjihad di jalannya. Anda dapat membaca pada raut muka dan kilauan matanya, dan mendengar dari gerakan lidahnya semua apa yang bergelora di dalam hatinya, kesengsaraan yang tersimpan di dalam hati, semua tujuannya benar dan bersungguh-sungguh pelaksanaannya, cita-citanya tinggi dan sasarannya jauh untuk memenuhi jiwanya.”
Itulah perkataan Hasan Al-Banna ketika menggambarkan profil seorang mujahid. Bahwasanya persiapan itu perlu, termasuk dalam dakwah yang notabene merupakan proyek besar ummat Islam. Dakwah bukan hanya proses singkat yang langsung bisa diketahui hasilnya. Tapi ini merupakan proses perjalanan panjang yang tidak langsung segera kita ketahui hasil proses ini. Bahkan sesungguhnya, hanya ALLAH saja yang tahu hasil dari dakwah ini.
Kita boleh saja membatasi patokan bahwa ketika orang-orang semakin banyak yang rajin ke masjid, wanita-wanita sudah banyak yang berjilbab, maka itu berarti dakwah kita mulai menampakkan hasil. Tapi ingatlah, masalah hati hanya ALLAH saja yang tahu. Keikhlasan dan kedekatan orang-orang terhadap Islam adalah hak ALLAH
Tugas kita sebagai da’i hanyalah menyeru. Hasilnya kita serahkan kepada ALLAH. Tapi bukan berarti kita boleh asal-asalan dalam melaksanakan proyek dakwah. Kita tetap harus profesional dalam dakwah. Kita harus senantiasa ikhsan dalam pekerjaan ini. Untuk itulah, perlu dipersiapkan pula kader dakwah yang akan mengisi “jabatan” sesuai bidangnya. Salah satunya dengan melalui tarbiyah.
Tarbiyah adalah kerja besar. Proyek raksasa. Sistem yang integral. Dahsyat. Mengubah yang sederhana menjadi luar biasa. Pekerjaan-pekerjaan besar dalam sejarah hanya dapat diselesaikan oleh orang-orang yang memiliki naluri kepahlawanan. Demikian kata Anis Matta.
Tarbiyah adalah sebuah pilihan. Mengambil pilihan ini tentu mengandung resiko di luar zona nyaman kita.
Tarbiyah adalah perubahan. Berani tarbiyah artinya harus siap berubah, mengubah diri sendiri maupun mengubah orang lain. Karena perubahan adalah keniscayaan, maka yang terpenting adalah bagaimana menyiapkan perubahan itu menjadi lebih menyenangkan.
Di sinilah pentingnya peran seorang murobbi. Memang, dalam tarbiyah harus ada murobbi dan mutarobbi. Keduanya penting. Akan tetapi, hubungan seorang murobbi dan mutarobbinya bukan hanya sebatas hubungan guru dan murid, namun lebih dari itu.
Khususnya murobbi, ia adalah walid (orang tua). Murobbi adalah syaikh. Murobbi adalah guru. Murobbi juga adalah qa’id (panglima yang berwibawa).
Sebagai walid, ayah atau ibu, murobbi berperan dalam ikatan emosional. Ia berperan menguatkan mutarobbinya bila mereka sedang dalam keadaan futur (lemah). Menanyakan kabarnya, mengayominya, menenangkannya, menjadi pembimbingnya.
Sebagai syaikh, murobbi adalah pengarah jiwa yang selalu memberi oase ilmu dan memberikan sentuhan jiwa dalam spiritual dan ruhiyah. Selalu baru. Selalu maju. Selalu bersemangat dan selalu bermanfaat untuk ummat.
Sebagai guru (ustadz), murobbi mesti tidak berhenti belajar dan menimba ilmu. Sebab ia bertugas mengajarkan Al-Qur’an dan Kitab, memberi suplai ilmu, memberikan wawasan baru sehingga murid-murid merasa tenteram bersamanya.
“Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujadilah: 11)
Murobbi adalah qa’id, panglima yang berwibawa, pemimpin yang berkharisma, inovatif dalam amalnya, kreatif mencari alur bagi para pengikutnya, pelopor dalam kebaikan, teladan dalam kebajikan, motivator di tengah kelesuan, motor dalam perubahan.
Tentunya sebagai qa’id, murobbi tidak hanya duduk-duduk saja. Tapi ia selalu terdepan dalam berprestasi dan inovasi tak pernah henti, agar bagaimanapun murobbi tetap lebih unggul.
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS Fathir: 32)
Itulah beberapa peran seorang murobbi dalam tarbiyah. Rasulullah adalah imamnya yang utama. Al Qur’an dan Sunnah adalah pilar utama. Allah tujuannya. Syahid cita-citanya.
Adapun kader adalah pahlawan. Karena ia rela mengambil peran di tengah kesulitan, menapaki resiko di saat orang menghindar, meraih momentum saat manusia masih terkagum-kagum, dan menyusun kerja besar saat orang lain belum tersadar.
Untuk bisa membentuk kader seperti itu, diperlukan energi yang besar dan kerja yang keras. Energi dalam tubuh ada yang namanya energi inti (quantum). Energi ini selalu bergerak mengitari pusat orbitnya. Begitu pun tarbiyah, diperlukan quantum di dalamnya. Menjadi kader inti (quantum tarbiyah) berarti selalu begerak sesuai pusat orbitnya, fokus, taat, istiqomah, dan tak kenal lelah. “Berputarlah bersama Islam sebagaimana ia berputar.” Karena gerakan itulah, ia memiliki energi dahsyat yang takkan pernah habis kecuali Allah menghendaki.
Tidak mudah untuk menjadi kader inti. Tapi juga tidak terlalu sulit jika kita mau mencobanya. Ada beberapa karakter khas kader inti dalam dakwah, sebagai berikut:

1. Bersedia membina diri (Tarbiyah Dzatiyah)
Dalam dakwah, kader inti adalah mereka yang bersedia membina diri dan menyerahkan segala komitmennya buat perjuangan dakwah. Komitmennya tulus, tujuannya lurus, amal-amalnya bukan untuk mencari fulus, kerjanya serius, pikirannya diasah terus, dan langkah-langkahnya maju terus.
Allah SWT berfirman:
“Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS Ali Imran: 146)
2. Bertransaksi di jalan Illahi dengan penuh kesadaran
Yang dimaksudkan adalah kesadaran untuk menukar harta, jiwa, nyawa, dan dirinya dengan surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Tanpa paksaan. Tanpa tekanan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu telah menjadi janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil, dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS At Taubah: 111)
3. Sabar: Tidak pindah ke lain hati
Karena komitmennya inilah, kader inti tidak mau berpindah ke lain hati. Sebab ia yakin bahwa Allah tak mungkin ingkar janji. Karena itulah, tetaplah di sini sahabat, di jalan dakwah ilallah.
“Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan Rasul-Rasul-Mu. Dan jangan Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” (QS Ali Imran: 194)
Kader inti adalah bukti mana emas mana loyang, mana yang asli dan mana yang palsu, dan sebagainya. Karena itu, kader inti yang sejati tidak akan mengkhianati Allah. Tetap setia pada komitmen awal, bahwa Islam adalah agam yang fitrah. Karena itu, ia setia mengikuti Rasululah tanpa banyak membantah
4. Tegar: Siap mengambil Resiko Terberat
Karena komitmen inilah, para sahabat Nabi memerankan diri sebagai pembela Nabi, menukar kecintaan diri untuk sepenuh hati pada Nabi. Dalam kafilah inilah banyak kader-kader pilihan dengan berbagai keistimewaan. Ada Sa’ad bin Abi Waqqash pemanah jitu pertama atas lisensi Rasulullah. Ada Abu Dujanah dengan pedang terhunusnya menjadi benteng Nabi. Ada Khubaib bin Adi yang tak rela Nabi disakiti walau hanya tertusuk duri sekalipun. Ada pula Ummu Sulaim dengan belati kecilnya yang selalu mendampingi Nabi dalam Pernag Uhud. Itu semua perlu komitmen dan beresiko sebagai konsekuensi pilihan.
Jalan dakwah jalan mulia, bukanlah jalan yang bertabur bunga. Jalan suci tetapi sepi, tanpa puji. Jalan para nabi yang banyak dikhianati. Jalan para ulama yang tegar. Jalan orang-orang besar yang penuh resiko. Tapi ingatlah, yang penting bukan label melainkan peran. Sebab, Menjadi penting itu baik, tapi menjadi baik itu jauh lebih penting.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes